Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

tanda tua

 Saat ini saya nobatkan pemotor yang berbicara dengan pemotor lain dengan bersebelahan apalagi bergerombol adalah orang paling ga efisien. Lah piye, ngomong e wae kudu mbengok. Durung mesti krungu pisan lawan bicarane. Mung krungu suara angina. Mandek sek kan enak. Jagong pinggir dalan, ngombe kopi, es the, marimas, ngobrol suwe sampe mari, lanjut budal. Sederhana sebenere. lha lapo arek arek iku sampai ngono. Nguber waktu paling. Aku biyen jane yo tahu koyo ngono. Iling banget aku. Ngobrol neng dalan suhat malang. Ngarepe polinema. Kesenengen ketemu konco sd, smp, sma, sekampung. Ngobrol tengah dalan ambe nyetir montor. Lhadalah wong mburiku ngamuk. Nganti di bel I ping 3 aku. Terus nurut, sadar nek salah. Minggir dilute. Maringono mlaku maneh. Ngobrol tengah dalan maneh. Di klakson I wong wong maneh. Sak jane ancen salah ngobrol tengah dalan iku. Yowes maringono sadar diri lanjut gas masing masing. Heh wong, mbok yo sadaro lek dalan iku dudu genanmu dewe. Nek biyen aku iso mema

Pilih Utang atau Nyawa?

Berapa harga nyawa? Apabila kalian ditanya seperti di atas, kalian jawab apa? Sebelum di jawab, saya kasih insight ya. Di Amerika, Ketika ada permasalahan yang menuntut ganti rugi, orang akan memberi nilai setinggi tingginya. Contoh, Norman adalah korban malpraktek yang menyebabkan kupingnya hilang satu. Norman kemudian menuntut rumah sakit untuk ganti rugi kuping yang hilang. Norman meminta duapuluh juta. Dollar, bukan rupiah. Lah, memang harga satu kuping sebesar itu? Ya ga tau, emang rumah sakit bisa mengembalikan kuping seperti aslinya? Paling mentok mung gawe silicon. Masa si Norman minta ganti sepuluh ribu usd? Kekecilan, itu mah! Nah, sekarang bagaimana kalau nyawa? Berapa harganya? Nyawamu piro? Kalau di depan penjahat, mungkin sebesar yang mereka minta. Kalau depan pacarmu bisa jadi gratis. Semua siap kuberikan termasuk nyawaku, begitu kata Norman. Nah, sekarang saya mau jawab. Harga nyawa saya itu berapa? Ternyata sudah di tentukan lur! Hanya sebesar utang! Murah yo

Dikampleng wong Maguwo!

Suatu Ketika saya berada di rumah saudara saya di salah satu desa di daerah Maguwo, Jogja. Waktu itu hari Jumat. Saya baru sampai dari Jakarta. Touchdown rumah saudara jam 11 pagi menjelang orang orang berangkat jumatan. Seperti kelaziman umumnya, saya mandi segera setelah memasuki rumah. Sepupu saya yang masih euphoria dengan kedatangan saya kemudian bertanya, om mau ikut jumatan? Saya jawab tidak. Saya sangat ngantuk saat itu. Saya berangkat jam 3 pagi, bangun jam 2 untuk melakukan persiapan. Om titip sedekah jumat ya buat di masjid, sambil saya pergi ke kamar ambil uang di dompet. sebelum saya lanjutkan, saya ingin bertanya kepada kalian. Kalau kalian sedekah, biasanya berapa? Seribu, dua ribu, lima ribu, sepuluh, dua puluh, lima puluh, seratus, atau mix dari angka angka pecahan uang tersebut? Kembali ke cerita, setelah mendapatkan dompet, saya kemudian membukanya. Sambil menjawab ke sepupu saya tadi, wah dek, ga ada uang kecil. Adanya uang merah. YA SAMA LAH! Sontak jawab di