Langsung ke konten utama

Postingan

Jakarta

Aku sediki terkejut. Malam ini aku merindukan Jakarta. Gara-gara sebuah twit berisi potret kehidupan malam di pasar benhil. Tone warnanya bagus. Objek fotonya dramatis. Seketika aku teringat suasana saat di Jakarta: orang-orang ngantuk di KRL saat berangkat dan pulang dari pekerjaan, di dalam busway yang remnya selalu terasa hentakannya, obrolan di ojol yang lebih banyak tidak terdengarnya. Kemana mana naik umum atau motor untuk menghindari macet. Terkadang ketemu orang baik, kadang orang jahat, kebanyakan cuek. Mungkin cuek karena capek. Jakarta masih ramai jam Sembilan. Masih banyak yang berdagang. Masih banyak yang menunggu orderan. Masih banyak yang melayani pelanggan. Ada yang sibuk telephonan, maklum sedang di rantauan. Karyawan mungkin sedang terkapar di kos-kosan. Pekerjaan menyita waktu seharian. Romantisme Jakarta belum ada tandingan. Mungkin aku yang belum pernah bepergian. Ya sudahlah, ini tentang Jakarta yang di foto mas tadi. Jakarta tempat berjuang. Ini link fotonya
Postingan terbaru

Pindah

Akhirnya tiba di Jawa Timur. Tepatnya di Surabaya. Kota yang dulu sempat saya pilih lokasi kantornya. Jujur saya tidak menyangka. Suatu berkah bagi saya. Apalagi masuk ke kantor besar. Tidak terpikir sama sekali sebelumnya. Syukur selalu terucap. Kemudian teringat akan banyak rencana yang telah dibuat. Hati bertanya, apakah sempat? Apakah terlaksana? Hanya kemauan dan tekad yang bergerak. Untuk saat ini, hanya terpikir untuk istirahat. Perjalanan darat Jakarta Surabaya atau packing pindahan, saya juga tidak tahu efek yang mana. Yang jelas, sekarang yang terbayang hanya buaian tilam di rumah. Rumah kontrakan yang masih ditinggali pemiliknya. Minggu depan baru bisa ditempati. Sebuah PR lagi. Nampaknya istirahat total baru bisa terlaksana minggu depan. Alhamdulillah.

tanda tua

 Saat ini saya nobatkan pemotor yang berbicara dengan pemotor lain dengan bersebelahan apalagi bergerombol adalah orang paling ga efisien. Lah piye, ngomong e wae kudu mbengok. Durung mesti krungu pisan lawan bicarane. Mung krungu suara angina. Mandek sek kan enak. Jagong pinggir dalan, ngombe kopi, es the, marimas, ngobrol suwe sampe mari, lanjut budal. Sederhana sebenere. lha lapo arek arek iku sampai ngono. Nguber waktu paling. Aku biyen jane yo tahu koyo ngono. Iling banget aku. Ngobrol neng dalan suhat malang. Ngarepe polinema. Kesenengen ketemu konco sd, smp, sma, sekampung. Ngobrol tengah dalan ambe nyetir montor. Lhadalah wong mburiku ngamuk. Nganti di bel I ping 3 aku. Terus nurut, sadar nek salah. Minggir dilute. Maringono mlaku maneh. Ngobrol tengah dalan maneh. Di klakson I wong wong maneh. Sak jane ancen salah ngobrol tengah dalan iku. Yowes maringono sadar diri lanjut gas masing masing. Heh wong, mbok yo sadaro lek dalan iku dudu genanmu dewe. Nek biyen aku iso mema

Pilih Utang atau Nyawa?

Berapa harga nyawa? Apabila kalian ditanya seperti di atas, kalian jawab apa? Sebelum di jawab, saya kasih insight ya. Di Amerika, Ketika ada permasalahan yang menuntut ganti rugi, orang akan memberi nilai setinggi tingginya. Contoh, Norman adalah korban malpraktek yang menyebabkan kupingnya hilang satu. Norman kemudian menuntut rumah sakit untuk ganti rugi kuping yang hilang. Norman meminta duapuluh juta. Dollar, bukan rupiah. Lah, memang harga satu kuping sebesar itu? Ya ga tau, emang rumah sakit bisa mengembalikan kuping seperti aslinya? Paling mentok mung gawe silicon. Masa si Norman minta ganti sepuluh ribu usd? Kekecilan, itu mah! Nah, sekarang bagaimana kalau nyawa? Berapa harganya? Nyawamu piro? Kalau di depan penjahat, mungkin sebesar yang mereka minta. Kalau depan pacarmu bisa jadi gratis. Semua siap kuberikan termasuk nyawaku, begitu kata Norman. Nah, sekarang saya mau jawab. Harga nyawa saya itu berapa? Ternyata sudah di tentukan lur! Hanya sebesar utang! Murah yo

Dikampleng wong Maguwo!

Suatu Ketika saya berada di rumah saudara saya di salah satu desa di daerah Maguwo, Jogja. Waktu itu hari Jumat. Saya baru sampai dari Jakarta. Touchdown rumah saudara jam 11 pagi menjelang orang orang berangkat jumatan. Seperti kelaziman umumnya, saya mandi segera setelah memasuki rumah. Sepupu saya yang masih euphoria dengan kedatangan saya kemudian bertanya, om mau ikut jumatan? Saya jawab tidak. Saya sangat ngantuk saat itu. Saya berangkat jam 3 pagi, bangun jam 2 untuk melakukan persiapan. Om titip sedekah jumat ya buat di masjid, sambil saya pergi ke kamar ambil uang di dompet. sebelum saya lanjutkan, saya ingin bertanya kepada kalian. Kalau kalian sedekah, biasanya berapa? Seribu, dua ribu, lima ribu, sepuluh, dua puluh, lima puluh, seratus, atau mix dari angka angka pecahan uang tersebut? Kembali ke cerita, setelah mendapatkan dompet, saya kemudian membukanya. Sambil menjawab ke sepupu saya tadi, wah dek, ga ada uang kecil. Adanya uang merah. YA SAMA LAH! Sontak jawab di

Salam Paguntaka!

Hampir sebulan di Tarakan, kota yang belum ada dipikiran saya sebelum januari kemarin. Tarakan ada di ujung utara Kalimantan. Lebih dekat dengan Malaysia daripada Jakarta. Orangnya udah campur, ga kayak di Jawa yang dominan orang Jawa, ga kayak di Makasar yang dominan orang Bugis, dan ga kayak di Sibolga yang dominan orang Batak. Sama juga dengan agama, semua agama disini nyampur, bahkan saya yakin masih ada animisme atau dinamisme yang masih dianut oleh beberapa orang dayak. Di tugaskan jauh dari tanah harapan (baca: Jawa), pikiran saya sedikit banyak terbuka. Indonesia yang sebenarnya, terasa; saudara dan musuh, terlihat; siapa yang peduli dan tidak, kelihatan. Tapi nikmat tuhan mana yang kau dustakan? Mending kita ketemuan, ngobrol panjang lebar tentang apapun  dan cukup ditemani kopi atau minuman kesukaanmu serta sedikit kue pengganjal perut sudah bisa membuat kita senang. Jadi kapan bisa direalisasikan? oh ya, saya nulisnya sambil denger lagu ini nih. Semriwir

Yang Penting Bahagia

      Sering saya ada pada situasi di sebuah tempat asing dan banyak orang. Kebanyakan tempat tersebut adalah tempat wisata. Tingkah polah masing masing macam macam. Namun satu yang unik dari orang Indonesia. Apabila mereka berada di tempat wisata, alih alih menikmati sensasinya mereka (kadang termasuk saya juga sih) lebih sering terlihat berfoto foto ria. Berrrrrrrbagai macam gaya dilakukan.  seperti ini:  Ya tapi kalau mereka bahagia dengan melakukannya, kenapa tidak? Tidak ada yang salah. Itu kan termasuk cara untuk menikmati menuju sebuah kebahagiaan hakiki di dunia yang fana ini (halah). Yang salah itu kalau kamu pergi ke suatu tempat terus buang sampah sembarangan, corat coret seenaknya, nyuri barang barang yang ada disana, dan banyak kegiatan merusak lainnya. Yuk bareng bareng jadi traveler yang bertanggung jawab. :Cheers